Cinta. Tentu saat kita berpikir tentang cinta maka yang yang terlintas adalah sesuatu yang indah. Cinta, serasa hidup selalu bahagia dengannya. Hari-hari penuh dengan bahagia, tawa, suka cita. Cinta bak siraman air yang menyuburkan tanaman-tanaman kebahagiaan. Subur, dengan bahagia. Namun, pikiranku berhenti pada memori tentang sebuah kesakitan. Rasanya aku tak kenal bahagia. Air mata seakan ingin tumpah bersama dengan kesulitan-kesulitan yang menghimpit dan mengaburkan kata bahagia. Kesulitan-kesulitan itu hadir sebagai momok yang sungguh menakutkan yang harus dihindari. Menjauh dari mereka, bahkan berlari kencang agar mereka tak mampu untuk mendekat lagi dan mata ini pun tak akan melihatnya lagi. Sungguh, rasanya cinta yang sudah dipupuk seakan hancur seiring 'kejutan' mengerikan itu hadir. Mengikis, melebur bersama rasa keputusasaan.
Pernahkah kita merasa demikian?
Aku berpikir dalam hati. Kesulitan, kenapa engkau hadir? Enyahlah, pergilah, tak usah kau ganggu rasa bahagia ini. Aku membatin. Bukankah kesulitan juga adalah cinta? Cinta dari Sang Ilahi yang Maha Pemilik Cinta. Benarkah begitu?
Allah Dzat Pemilik Cinta. Dia memiliki cara lain untuk menunjukkan cinta-Nya, serta untuk menguatkan cinta hamba-Nya. Allah tak lantas membiarkan kita memangku tangan setelah cinta kita
miliki. Allah tak langsung membiarkan kita hidup enak begitu saja tanpa
kerja keras. Karena Allah mencintai kita dengan sebegitu hebatnya,
hingga cintaNya hadir dalam berbagai wujud. Karena Allah mencintai kita
dengan jarak yang begitu dekat, hingga kadang itu membuat kita
merasainya dengan sangat jelas meski tak terlihat. Karena Allah ingin
kita menjadi sosok pecinta yang sempurna, yang tidak hanya menerima utuh
cinta tanpa usaha mendapatkannya. Allah memberikan cinta begitu besar
pada kita sebagian, namun kita melihatnya telah utuh. Padahal sisanya
Allah cicil lewat setiap kesulitan dan kemudahan yang berkejaran dalam
hari-hari kita selanjutnya. Kesulitan memberikan kita kesempatan
membuktikan cinta kita pada-Nya, karena saat kesulitan hadir tak jarang
manusia menjadi begitu lemah dan akhirnya lupa bahwa ada Allah yang
adalah sebaik-baik penolong.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [QS. Al-Baqarah (2) : 286].
Apapun yang Allah bebankan kepada makhluk-Nya, sesulit apapun itu, pasti tidak melebihi kadar kesanggupan makhluk-Nya. Kadar kesanggupan? Kata 'sanggup' ini adalah akibat dari sebuah kerja. Ayat diatas menuntut sebuah usaha seorang makhluk sehingga ia sanggup menghadapi kesulitan apapun yang menghampirinya. Kadar kesanggupan ini dilihat dari tiga hal:
- Azam yang kuat
- Iltizam (komitmen untuk menyelesaikan masalah)
- Tawakkal
Begitulah Allah membungkus sebuah kesulitan dalam balutan cinta. Allah tidak menghadirkan kesulitan tanpa hikmah yang indah, karena di balik kesulitan atau ujian Allah mengjaari kita menjadi hamba yang memiliki azam, iltizam dan bertawakkal. Dan pada hakikatnya, ujian dari Allah hadir untuk mengukur kadar keimanan hamba-hamba Nya. Jika mampu melewatinya, maka keimanannya bertambah dan semakin tinggi keimanan seseorang maka semakin tinggi pula ujiannya. Namun sebaliknya, jika belum mampu melewatinya, maka ujian atau kesulitan yang sama akan terus hadir hingga kita mampu melewatinya. Bak seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai E pada sebuah ujian akhir, maka iapun harus mengulangi ujian dengan kadar yang sama.
Hadapilah setiap kesulitan dengan penuh harap cinta kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah akan mengiringkan bersama kesulitan adalah kemudahan. Sepaket. bukan kesulitan dahulu baru kemudahan. Maka, bersemangatlah dalam setiap kesulitan, pandanglah dengan mata cinta. Karena dengan cinta maka kita akan melihat bahwasanya bersama kesulitan ada kemudahan. Janji Allah itu pasti.
Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan. [QS. Al Insyirah (94) : 5-6]
Ya, sekali lagi, Allah hadirkan kesulitan karena Allah cinta.
@ Rumaisha studio 3
Menghabiskan waktu 'habis-habisan' sebelum meninggalkan Rumaisha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar