Kamis, 29 Maret 2012

tentang ayat-ayat cinta-Nya

bismillahirrohmanirrohim...


”Barang siapa yang disibukkan al-Quran dalam rangka berdzikir dan memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah Ku berikan pada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan Kalam Allah dari seluruh Kalam selain-Nya seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya.” (HR Tirmidzi)

Begitulah sabda Rasulullah SAW, seorang teladan paling baik sepanjang zaman. Hadits tersebut memberikan kesimpulan bahwasanya bersibuk-sibuk ria dengan Al-Qur’an adalah salah satu kesibukan teragung menurut Allah dan Rasul-Nya. Pertanyaannya, hayooo sudahkah kita bersibuk-sibuk ria dengan Al-Qur'an? ataukah justru kita tidak pernah sama sekali bersibuk diri dengan Al-Qur'an? silakan bisa dijawab sendiri di hati kawan-kawan dan cobalah untuk direnungkan.

Saya pernah posting tentang bagaimana menjadi khusyu' saat membaca Al-Qur'an (al-Khusyu' 'inda tilawatil Qur'an), dan untuk kali ini saya ingin menulis tentang bagaimana berinteraksi dengan Al-Qur'an. Sejauh ini bagaimana hubungan kita dengan Al-Qur'an? dan harusnya bagaimanakah? Mungkin sebagian kita sudah tahu banyak mengenai hal itu, namun “tahu” dan “menghayati, meresapi, dan merenungi” jelas berbeda. Analogi sederhananya adalah tentu berbeda rasanya antara ketika kita bergaul dengan teman dekat dengan teman yang sekadar kenal saja. Teman dekat telah cukup mengerti kita, pun kita sudah tahu plus minusnya dia. Salah satu faktor utama penyebab munculnya rasa itu ialah intensitas dan kualitas pergaulan kita. Oleh karena itu, penting untuk kita me-refresh dan berusaha menggali lebih dalam setiap keutamaan di balik hubungan kita dengan Al-Qur’an. Semoga dengan ini kita tak hanya menjadikan Al-Qur’an sebagai “teman”, tapi lebih dari itu, yaitu “sahabat” atau bahkan “saudara”.


Ijinkan saya bercerita tentang pengalaman pribadi.
Saya lahir dari keluarga yang sangat peduli dengan agama. Ibu saya pernah bercerita, saya belajar membaca Al-Qur'an -dulu saya mulai dari belajar Qiroati- sejak umur 2 tahun (lagi unyu-unyunya ^^) di sebuah TPQ yang merupakan bagian dari yayasan Al-Muttaqin. Yah namanya juga anak kecil, baca huruf "ro" jadinya "lo". Namun "perjalanan" di TPQ tersebut tidak hingga akhir. Waktu itu umur saya hampir 4 tahun dan ibu saya sedang hamil adik saya yang pertama, jadi tidak ada yang bisa nganter saya ngaji di TPQ yang jaraknya sekitar 800 m dari rumah, secara bapak saya juga saat itu masih kerja di luar. Akhirnya bapak ibu membuka ngaji di rumah agar saya bisa ngaji di rumah saja, yang ngajar bapak dan ibu saya, alhamdulillah inisiatif orang tua saya bisa membangkitkan anak-anak di sekitar rumah untuk belajar ngaji.
Di lain tempat saya dimasukkan ke TK persiapan MI yang tempatnya satu kompleks dengan tempat ngajar ibu. Alhamdulillah saya bisa mengikuti alur pembelajaran meskipun saat itu umur saya belum sampai 4 tahun. 1 tahun berlalu, sampailah pada acara perpisahan TK, ada hal yang saya lupa, ternyata saat perpisahan TK saya diminta untuk tampil membaca Al-Qur'an, waah luar biasa karena di antara anak-anak yang lain baru saya yang bisa membaca Al-Qur'an. Ibu saya kembali bercerita dengan semangatnya.

kagum. ya, saya begitu kagum dengan orang tua saya. Mereka begitu peduli dengan pendidikan agama untuk anak mereka. Terutama tentang bagaimana mengenal Al-Qur'an. Sejak masa kecil, mengenalkan Al-Qur'an memang paling baik adalah sejak anak masih dini, mengajarkan pula bagaimana membacanya dengan baik dan benar sesuai makhroj dan tajwidnya. Alhamdulillah Allah memberikan kesempatan emas yang tak ternilai harganya.

dan bapak saya pernah berkata (dengan sedikit ubahan ^^):
Banyak orang yang bisa membaca Al-Qur'an namun tidak banyak orang yang mampu menghayati dan mentadabburi makna dari tiap ayat yang dibacanya. Mulailah pada saat sholat. Saat membaca Al-Fatihah resapi artinya, maka akan terasa ketenangan, kekhusyu'an dalam sholat insyaAllah. Lalu pada saat baca Al-Qur'an, bacalah dengan pelan, jangan tergesa-gesa, baca dengan jelas sesuai makhrojnya, dan sempatkan baca terjemahan. makanya yuk perlu dibiasakan baca al-quran diiringi dg memahami maknanya hingga bener2 terasa di dlm hati.

yuk, sekarang kawan! hanya butuh sekarang! kembalilah pada Al-Qur'an. Jadikan ia teman bahkan saudara kita yang senantiasa menemani aktivitas kita.

Rasulullah SAW bersabda: “Tidakkah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka; kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk yang ada di dekatnya.” (HR Muslim)
Betapa bahagianya jika ketenangan selalu meliputi hidup kita. Kemudian, memasuki negeri akhirat pun kita disambut oleh para malaikat yang ternyata mengenal kita karena sering disebut oleh Allah SWT. Subhanallah. Jadikan kami termasuk golongan itu, Ya Allah. Aamiin yaa Robbal 'Aalamiin.



@ Al-Kautsar



Jumat, 16 Maret 2012

Number One for Me (Mother) ~Maher Zain~


*ini lagu spesial buat wanita yang luar biasa di dunia..
untuk ibu, umi, mama, atau apapun sebutannya :)

========================


Number One for Me (Mother)

I was a foolish little child
Crazy things I used to do
And all the pain I put you through
Mama now I'm here for you

For all the times I made you cry
The days I told you lies
Now it's time for you to rise
For all the things you sacrificed

Oooh
If I could turn back time rewind
If I could make it undone I swear that I would
I would make it up to you

Mom I'm all grown up now
I'ts a brand new day
I'd like to put a smile on your face everyday

Mom I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face everyday

Now I finally understand
That famous line
About the day I'd face in time
Coz now I have a child of mine

Even though I was so bad
I've learnt so much from you
Now I'm trying to do it too
Love my kids the way you do

Oooh
If I could turn back time rewind
If I could make it undone I swear that I would
I would make it up to you
Oooh
If I could turn back time rewind
If I could make it undone I swear that I would
I would make it up to you

Mom I'm all grown up now
I'ts a brand new day
I'd like to put a smile on your face everyday

Mom I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face everyday

You know you are the number one for me
You know you are the number one for me
You know you are the number one for me
Oh oh
number one for me

There is no one in this world
That can take your place
Oooh I'm sorry for ever taken you for granted

I will use every chance I get
To make you smile
Whenever I'm around you

Now I will to try to love you
Like you love me
Only God knows how much you mean to me

Oooh
If I could turn back time rewind
If I could make it undone I swear that I would
I would make it up to you

Mom I'm all grown up now
I'ts a brand new day
I'd like to put a smile on your face everyday

Mom I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face everyday

The number one for me
The number one for me
The number one for me
Oh oh
number one for me

Kamis, 15 Maret 2012

untuknya, yang ku cintai karena Allah

ahh.. hati emang tidak bisa berbohong..
dan mata tak bisa pula berbohong meski bukan pemantul rasa..
dan senyum pun terasa lebih istimewa karenanya..

ya, aku sedang berbicara tentang cinta..

saat cinta menjadikan ada dari yang tidak ada,
saat cinta mengubah keacuhan menjadi kepedulian,
saat cinta mengubah tidak suka menjadi suka,
saat cinta mengubah tidak mengerti menjadi mengerti,
saat cinta menguatkan keyakinan bahwa inilah jalanku..

ya, aku mencintaimu karena Allah..


berawal dari sebuah perkenalan yang tidak kusuka, bukan, bukan maksud aku tidak suka, namun aku hanya tidak terlalu bersemangat untuk mengenalmu waktu itu. entah, aku hanya berpikir aku dan kamu tidaklah "sama".. berbeda.

dan waktu menunjukkan kekuatannya, bergerak dan kemudian sampailah pada masa yang tak terduga..
pada suatu pagi yang terasa begitu berbeda dalam balutan embun menyegarkan dan terpaan angin yang mengayun lembut, aku menatap penuh "curiga"..
mungkin inilah yang dsebut cinta dan kasih sayang Allah..
Allah menyatukan kita dalam sebuah ikatan. entah, sepertinya waktu itu aku belum terlalu mampu untuk mengerti, seperti biasa, semua sama apa adanya, tak ada yang istimewa..

ya, sepertinya inilah yang dirasakan orang-orang, bahwa cinta itu butuh waktu, proses, atau dalam ungkapan bahasa jawa tresno jalaran soko kulino, ya cinta karena terbiasa.. pertemuan yang sering membuat kita saling mengenal lebih dalam meski sampai waktu itu aku masih menganggap kita "berbeda"..

Allah maha lembut, dan dengan kemahalembutan Allah inilah kemudian Allah mengaruniakan kelembutan pada hamba-hamba yang Dia cintai. ya, padanya, ia begitu lembut dengan tutur katanya, ia begitu lembut dengan tingkah lakunya, dia begitu lembut dengan nasihatnya, ia begitu lembut dengan senyumannya. entah cahaya apa yang terpancar darinya, cahaya yang begitu lembut menyapaku penuh kelembutan.

kini, sosok itu begitu kukagumi,
sosok yang telah mengajariku banyak hal, sosok yang tanpa sadar telah meyakinkanku akan sebuah ketangguhan, sosok yang bagiku begitu luar biasa..

lalu saat ini, aku begitu merindukanmu, rindu saat bercerita berpenggal-penggal kisah, rindu mendengar untaian kata-kata penuh hikmah dan ceritanya yang penuh perjuangan di jalan Allah.. dan rindu saat kau menatapku penuh cinta..

ya Allah, aku benar-benar mencintainya karenaMu..
cinta yang kurasa kini semakin membuatku mencintaiMu Allah..
Allah, syukurku tak terhingga memberiku kesempatan mengenalnya, membantu mengokohkanku berdiri, memantapkanku melangkah..
Allah, berilah rahmat kepadanya, lindungi dia, mudahkan segala urusannya..

"Barangsiapa yang ingin meraih manisnya iman, hendaklah dia mencintai seseorang yang mana dia tidak mencintainya kecuali karena Allah." (HR. Ahmad)



*untuknya, yang begitu luar biasa..
saudariku yang kucintai karena Allah

Rabu, 07 Maret 2012

no title.. (tik tik tik)

aku percaya..
rezekiku, jodohku, matiku.. semua sudah tercatat di Lauhul Mahfudz..
aku tak perlu khawatir, Allah pasti telah menyiapkan yang terbaik untuk hamba-Nya..
yang diperlukan bagiku adalah senantiasa berikhtiar menjadi lebih baik, senantiasa memperbaiki diri, menjaga kualitas iman dan beramal sebanyak-banyaknya..
ya Allah, tetapkanlah hati ini hanya berharap kepada-Mu, beramal hanya untuk-Mu, dan ikhlas atas segala ketetapan-Mu..

"hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan (jalan) orang-orang yang dibenci dan juga bukan orang-orang yang tersesat" (QS. Al-fatihah: 5-7)



@ rumaisha studio 6
renungan..

Sabtu, 03 Maret 2012

Rahasia antara hati dan Allah

Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar bin Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar kamu!!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”(kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)

-------------------------------------------------------------------------

Itulah kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad, subhanallah,Allah memang Maha Adil, rencana dan skenario-Nya sangat indah. Ada beberapa hikmah dari kisah cinta mereka. Ketika Ali merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Fatimah, maka cukup Ali mencintai Fatimah dengan diam. Karena diam adalah satu bukti cinta pada seseorang, diam memuliakan kesucian diri dan hati sendiri juga orang yang dicintai, sebab jika suatu cinta diungkapkan namun belum siap untuk mengikatnya dengan ikatan yang suci, bisa saja dalam interaksinya akan tergoda lalu terjerumus ke dalam maksiat, Naudzubillah…, Biarlah cinta dalam diam menjadi hal indah yang bersemayam di sudut hati dan menjadi rahasia antara hati sendiri dan Allah Sang Maha Penguasa Hati. Yakinlah Allah Maha Tahu para hamba yang menjaga hatinya, Allah juga telah mempersiapkan imbalan bagi para penjaga hati.

wallahu a'lam bishshowab..

# suatu dhuha
@ rumaisha studio 6

Jumat, 02 Maret 2012

bukan jiwanya..

jiwa..
atau kalau dalam bahasa inggris disebut soul..
what do you think about soul?

-----------------------------------------------------------------------------

untuk kali ini saya pengen berbicara tentang jiwa/soul..

sebagai seorang matematikawan, mungkin saya bisa menyebutkan matematika adalah jiwa saya..
dan bisa saja saya menyebutkan biologi bukan jiwa saya..
ya, beberapa orang menggunakan kata jiwa sebagai sesuatu hal yang mana seseorang merasa nyaman saat bergelut dengannya, merasa bahwa itulah dunianya.. dan ketika ia dihadapkan pada suatu hal yang bukan jiwanya bisa jadi ia tidak bersemangat..
hmmm.. ada yang isa ngasih contoh lain??
(silakan dikomen :DD )

tapi, bagi saya menyebut "jiwa" itu proses.. tidak serta merta singkat hanya dalam sekejap.. bagi saya menyebut "jiwa" berasal dari proses "bukan jiwa" menuju "jiwa"..
ia bisa dilatih, melalui proses yang luar biasa, tentunya proses pembelajaran hidup yang melibatkan Allah dalam setiap ikhtiarnya..

example,
saat seseorang menyebutkan matematika adalah jiwa saya, bisa jadi pada awalnya ia tak menyukai matematika sedikitpun..
ya.. itu proses.. dari tak suka menjadi suka..

kadang kita akan menjumpai suatu masa.. yang tak kita suka menjadi sesuatu yang kita suka.. we can't suppose..
dunia ini memang penuh kejutan..

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Ai-Baqoroh:216)


so.. what's your soul???

saya hanya bisa tersenyum..

dalam hati berkata, "that" is may soul.. namun, kadang tak selamanya yang kita temui adalah soul kita, kadang jita harus menghadapi suatu hal atau bahkan beberapa hal yang bukan menjadi soul kita..
saya pikir, soul itu bisa dikelola..

Allahu A'lam.. Allah lah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.. :)



# ba'da isya
@ Rumaisha studio 6

Karena Aku Menganggap Kita Saudara


Manusia diciptakan berbeda supaya saling mengenal. Hal ini yang mendasari prinsipku bahwa untuk bisa mengenal baik seseorang tidak harus memiliki kesamaan terlebih dahulu. Bukankah perbedaan itu rahmat? Aku sangat sepakat dengan statement itu. Karena berbeda maka kita saling melengkapi.

Guruku di bimbel pernah berkata kepada seorang temanku yang ragu untuk memilih universitas di luar pulau karena alasan tidak memiliki saudara di sana. Maka yang beliau katakan adalah, “kalo ga’ punya saudara, berarti cari saudara”. Dan kalimat itu benar-benar melekat di kepalaku sampai saat ini. Ada orang yang berkata berteman itu tergantung kecocokan, entah cocok karena punya hobi yang sama, punya kebiasaan yang sama atau kesamaan-kesamaan lainnya. Namun bagiku, hubungan pertemanan itu dapat terjalin lebih karena kesiapan untuk menerima teman kita apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Misalnya, kita adalah orang yang sangat suka dengan sepak bola, lantas kita dipertemukan dengan orang yang tidak begitu suka dengan sepak bola atau bahkan anti dengan sepak bola. Toh, hubungan pertemanan tetap dapat terjadi ketika kita “berniat untuk berteman dengannya” dan menerima dia apa adanya. Ah, aku lebih suka menyebut “berniat untuk bersaudara dengannya”. Karena ada energi lebih di dalamnya, memotivasi diriku untuk berprasangka baik dan mencintai saudaraku itu dengan setulusnya. Walaupun aku dan dia berbeda. Walaupun kesukaannya dan kesukaanku berbeda. Walaupun pemikirannya dan pemikiranku berbeda. Aku akan berusaha menerima saudaraku dengan sebaik-baiknya. Pun seperti itu yang aku harap darinya, dapat menerimaku apa adanya. Walaupun aku dan dia berbeda.

Perbedaan itu indah. Seperti warna pelangi. Tentu pelangi tidak akan sedemikian indah ketika hanya didominasi oleh satu warna. Pelangi menjadi indah karena berwarna-warni. Pelangi menjadi indah karena perbedaan warna yang menyusunnya. Aku merasa beruntung bisa mengenal teman-temanku. Ah tidak, sekali lagi aku lebih suka menganggap kalian semua--orang-orang yang telah kukenal dan telah mewarnai hidupku--sebagai saudara. Tidak bisa kusebutkan satu persatu. Masing-masing dari kalian telah mengajarkan banyak arti kehidupan. Dan berusaha kurangkum dalam ingatan, setiap kebaikan yang kuterima dari kalian.

Maka saat ini izinkan aku memanggilmu “saudaraku”. Saudaraku, karena rasa cintaku kepadamu maka ada kalanya aku merasa kesal karena sikapmu yang kadang menyakiti hatiku. Ada kalanya pula aku mengingatkanmu karena ingin kau mendapatkan yang terbaik. Kemudian apakah kau tahu apa yang kuinginkan? Tidak lebih, kecuali yang terbaik untukmu. Aku bisa mengerti jika terkadang kau merasa kesal kepadaku, entah karena kesalahanku atau karena maksud baikku yang tidak bisa kau mengerti. Aku minta maaf atas semua kesalahanku, aku minta maaf jika telah menyakitimu. Maka ingatkan aku wahai saudaraku, jika aku berbuat kesalahan. Jika aku telah membuatmu sakit hati. Aku menganggapmu sebagai saudaraku, maka anggaplah aku sebagai saudaramu. Ceritakan kepadaku kegembiraanmu, kekesalanmu, maka aku akan dengan senang hati mendengarkan ceritamu.

Saudaraku, ketika kita ditakdirkan untuk dipertemukan, maka ada masa kita dipisahkan. Namun jalinan persaudaraan ini akan terus berlanjut hingga ketetapanNya yang memisahkan kita. Uhibbukum Fillah. Aku mencintai kalian karena ALLAH.

(^.^)

-----------------------------------------------------------------------------

Kalaulah saudara kita tidak bisa menjadi pohon rindang yang meneduhkan, bisa jadi dia adalah rumput lembut yang menjadi pijakan agar kaki kita tidak tergores tajamnya kerikil.

Kalaulah saudara kita tidak dapat menjadi yang terbaik menurut pandangan kita, biarkanlah dia menjadi yang terbaik bagi hatimu dan ibadahmu.

“Sesungguhnya karena rahmat ALLAH lah persaudaraan itu menjadi indah”


#####

begitulah seorang sahabat menandaiku dalam sebuah note di facebook.. mengharukan, membuat diri ini menghela nafas panjang.. aahh saudariku.. kau ini begitu berharga..
tentang banyak rasa yang sudah terasa.. manis asin pahit semua ada.. senang, sumringah, terinspirasi, termotivasi, syukur, saling mengingatkan.. dan tak bisa dipungkiri pula, tentang marah, kecewa, luka, sedih, bahkan prasangka yang tak semestinya ada.. semua terangkum dalam satu episode indah penuh makna..
saudari-saudariku.. terimakasih telah mengukir warna dalam perjalanan hidupku.. terimakasih atas bunga-bunga ukhuwah yang telah bermekaran.. pasti ada hikmah di setiap peristiwa yang kita lalui bersama..

saudari-saudariku.. semoga ikatan ukhuwah ini tetap terjaga, dimanapun dan bagaimanapun.. semoga Allah senantiasa menjadi ujung dalam rangkaian cinta kita.. uhibbukunna fillah :)