Minggu, 23 September 2012

Dan Ternyata Cinta...


Dan Ternyata Cinta...

dan ternyata cinta yang menguatkan aku
dan ternyata cinta yang mendekap jiwaku

Sejuk
Hembusannya sungguh merasuk ke dalam rongga-rongga jiwa
Menyirami keringnya tanaman jiwa yang membutuhkan
Menguatkan akarnya untuk tetap menopang
Mengokohkan batangnya untuk tetap berdiri tegap tangguh
Menghijaukan daunnya untuk tetap menyimpan energi-energi kehidupan
Mempercantik bunganya untuk tetap menjadi keindahan bagi sekitarnya
Dan akhirnya mencetak biji-biji generasi pembangun lalu menebar benih-benih kebaikan di setiap sudut dunia.

Begitulah cinta. Cinta membuat segalanya indah. Cinta membuat siapapun mampu bertahan dalam kehidupannya. Cinta membuat api-api semangat itu terus menggelora. Cinta membuat misi-misi itu semakin kuat mengikat untuk mencapai puncak visi hakiki di hadapan-Nya. Ya, itu cinta. Cinta yang tak bisa hanya didefinisikan dengan retorika kata apapun yang melambung, karena cinta bukan hanya kata, namun juga rasa, juga kerja.

Dan ternyata cinta, yang telah menguatkanku hingga saat ini.
Dan ternyata cinta, yang telah mendekap jiwaku erat kuat.
Dan ternyata cinta, yang telah meyakinkanku akan jalan indah ini.
Dan ternyata cinta, yang telah mengokohkan imanku.
Pada-Nya, pada Ilahi Robbi, Maha Pemilik Cinta.
Cinta yang suci dan mensucikan.
Cinta yang akan terus membersamai dalam setiap episode kehidupan.
Hingga kisah-kisah baru bermunculan, memberikan kado indah yang mengejutkan.
Cinta itu akan tetap ada, membingkainya.
Hingga akhir masa..
InsyaAllah...
 :)

@Nafisah Studio 8

Minggu, 02 September 2012

Welcome to the campus, The MASTER Boy!

Senin, 6 Agustus 2012.
Pukul 09.30, aku masih harus ke rektorat untuk proses advokasi mahasiswa baru. Seperti hari-hari sebelumnya sejak awal bulan Juni lalu. Dan bulan Juli ini, sejak tanggal 1 kemarin adalah masa advokasi mahasiswa jalur Ujian Mandiri (UM). Posko advokasi ada di ruang sidang Pembantu Rektor 3, lantai 2 gedung Rektorat. Waktu itu ruangan sudah penuh, banyak mahasiswa baru beserta orang tuanya mengantri untuk diadvokasi, dan tim advokasi terlihat begitu serius melayani mereka. Aku tak membiarkan diri ini nyaman dengan pemandangan seperti itu, mendekati sebagian mereka yang merasa bingung dengan pengisian surat pernyataan ataupun mereka yang butuh penjelasan bagaimana advokasi yang bisa dilakukan. Suasana sesak meski ruangan sudah ber-AC terasa di kepala, namun semua harus dilawan dengan sikap stay cool, dan tentunya sikap solutif. Kemudian ada seorang mahasiswa baru menyapaku.
'Kak, saya mau mengajukan permohonan keringanan'. Aku yang melihatnya lalu mempersilahkan dia duduk dan menanyakan kelengkapan berkas-berkasnya kemudian memberikan surat pernyataan yang harus ia isi beserta nominal uang yang bisa ia usahakan. Nah itulah yang menjadikan dia bingung untuk mengisi, 'Saya harus isi ini apa kak?'. Akupun menjelaskan. Singkatnya, 'sebenarnya bukan keringanan dek, namun pengangsuran, dan yang bisa diangsur itu hanya SPMP, artinya komponen biaya selain SPMP harus dibayarkan saat ini juga. Nah, kalo diangsur 2x gimana? Jurusan Sejarah ya, jadi totalnya 11.611.000. Kemungkinan besar ini yang bisa segera di-acc dek'. Diapun mengangguk, tak ada ekspresi sedih atau kegalauan terpancar dari mukanya, dia tenang dan seakan ada rasa optimisme yang kuat. 'Nanti coba aku hubungi kepala sekolahku kak'. Kok kepala sekolah? bagaimana bisa?
Dia menjelaskan, Dia berasal dari sekolah Master. Awalnya aku tak mengerti apa itu sekolah Master. Ternyata itu adalah sekolah untuk anak-anak jalanan yang bertempat di sebuah terminal di kawasan Depok. Dan biaya kuliahnyapun akan dipikirkan oleh Kepala Sekolah, katanya. Aku menyimaknya dengan seksama. Dia juga memperlihatkanku dua berita online tentang dia dan teman-teman sekolahnya yang berhasil menembus Perguruan Tinggi Negeri. Mereka berdelapan dari sebuah sekolah anak jalanan mampu masuk Perguruan Tinggi? Aku tercengang. Dia juga bercerita dulu pernah ada seniornya yang masuk sebuah perguruan tinggi negeri, biaya yang harus dikeluarkan adalah delapan juta dan luar biasa beruntungnya ada donatur yang membiayainya. Subhanallah! Aku bertanya-tanya dalam hati, luar biasa sekali pendiri sekolah itu, siapa ya? Rasa penasaranku terjawab. Pendiri sekolah Master dulunya adalah seorang penjual batagor, kemudian beliau mendirikan sekolah itu karena keterbutuhan pendidikan bagi anak-anak jalanan. Kembali pada surat pernyataan. Aku menyarankan dia mengisi pengangsuran 2x yang artinya yang harus dibayarkan sekarang adalah Rp 11.611.000 sembari aku menjelaskan bahwa kami tetap akan mengupayakan ke pihak petinggi rektorat untuk memberikan keringanan. Dia mengangguk tanpa beban. Pemberkasan selesai. Dia meminta nomor hp ku, kemudian aku memintanya menunggu di luar.
Aku masih terngiang dengan percakapanku tadi dengannya. Bayangkan saja, seorang siswa sekolah anak jalanan berhasil masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur UM, pembayarannya pun masih nggantung entah bisa bayar atau tidak, tapi anak itu tak ada raut muka sedih atau pesimis. Ceria, ya, sekali-kali dia bercanda dengan salah satu tim advokasi.
Siangnya, dia masuk kembali ke ruang advokasi, menanyakan status permohonannya, apakah sudah di-acc? Aku menjawabnya belum, karena Pak Rektor sedang rapat. Aku juga menanyakan kembali tentang kemampuan untuk membayar Rp 11.611.000. Kepala Sekolahnya gimana? Dia menjelaskan, Kepala sekolah sudah dihubungi, namun agar lebih jelas dia memintaku untuk menjelaskan sendiri kepada Kepala Sekolahnya. Kemudian aku menjelaskan sejelas-jelasnya dan beliau menanggapi dengan tenang bahwa hal ini akan dibicarakan dulu dengan pihak sekolah. Belum ada keputusan. Ya, itulah kesimpulan dari pembicaraan dengan Kepala Sekolah Master. Lalu aku mengajak anak Master ini masuk ke ruang advokasi agar lebih nyaman.
Aku melihat seorang kawan, dia Wakil Presiden BEM KM, ternyata dia membawa sebuah koran dan di halaman awalnya ada berita tentang anak Master itu seperti yang aku liat di berita online tadi. Langsung segera aku menyampaikan padanya bahwa anak itu sudah ada disini. Kebetulan dia hendak menghadap Pak PR 3 dengan urusan lain, aku minta aja dia untuk menjelaskan kasus ini agar ada kebijakan keringanan dari beliau. Ternyata hasilnya, Pak PR 3 menyarankan untuk mengajukan keringanan. Lalu keringanan yang seperti apa? Bukannya sebelum ini juga pernah ada namun kenyataannya susah? Aku mendesah pelan.
Menjelang waktu ashar, si anak Master itu mengatakan padaku ada seorang ibu yang menelponnya dan mengajak buka puasa bersama. Entah siapa dia aku tak tau. Katanya, mungkin ibu itu dapet nomor hp nya dari pihak koran yang memuat beritanya. Terus mau ngapain? Apa mau membantunya dengan menjadi donatur? Entah. Dan waktu sudah sore, tim advokasi harus sudah bubar dan dilanjutkan esok hari. Dan aku masih tetap terpikir tentang anak Master itu, semoga Allah memberikan jalan keluar untuknya.

Selasa, 7 Agustus 2012.
'Kak, maaf tanya lagi. Hari ini saya ke rektorat lagi atau gimana? lalu untuk pembayarannya sudah di acc belum?' begitu sms nya padaku. Aku belum membalasnya. Kemudian dia menelponku, mengatakan bahwa dia sudah mau membayar tapi tagihan di bank belum berubah. Aku kaget, mau bayar? Uang dari mana? Katanya, dia akan jelaskan nanti di rektorat, dan akhirnya kita janjian ba'da dzuhur di rektorat. Subhanallah, Allah memang Maha Berkuasa atas segala kehendak-Nya, kemudahan itupun Dia limpahkan padanya. Seorang ibu baik hati telah mendonasikan sejumlah uang yang tidak sedikit, sebelas juta rupiah ia berikan kepadanya. Aku benar-benar trenyuh. Kok bisa? Memangnya beliau ini siapa? Apa ada maunya ya? Ah masa sih. Tapi 11 juta bukanlah nominal yang sedikit. Ah aku harus husnudzon. Mungkin memang ibu ini ingin membantunya dengan tulus. Karena bagaimanapun juga dengan uang 11 juta merupakan keajaiban baginya. Aku menunjukkan senyum bahagia padanya, alhamdulillah. Dan akupun melihat rona bahagia yang luar biasa pada wajahnya. Subhanallah, bahkan aku tak bisa melukiskan bagaimana suasana hatiku saat itu atas karunia Allah yang maha dahsyat.
"Tapi kak, ini kurang 611.000. Yang harus dibayar kan 11.611.000", katanya. Aku ingat untuk pengangsuran dua kali maka jatuhnya adalah 11.611.000. Itu aturan bakunya. Kuusahakan untuk membantunya agar bisa membayar sesuai dengan yang ia punya, kemudian aku menghadap Pak PR 2, aku ceritakan kondisinya sedetail mungkin. Alhamdulillah semua teratasi, Pak PR 2 dengan bijaksana mengurangi tagihan pengangsuran pertamanya, bahkan kurang dari 11 juta. Alhamdulillah, rona bahagia kembali kulihat dari wajahnya. Dan akhirnya iapun mampu menyelesaikan pembayaran hingga registrasi ulang mahasiswa baru.

Subhanallah. Lagi-lagi aku bertasbih pada-Nya.
Tidak ada yang tak mungkin bagi Allah. Selalu ada jalan keluar bagi hamba-Nya yang senantiasa bertawakkal kepada-Nya.
Lagi-lagi akupun banyak belajar, dari segala ketidakberdayaan, kekurangan dan keterbatasan. Namun selama azzam senantiasa melekat dalam jiwa, ikhtiar semaksimal mungkin dan doa yang tak pernah terlupakan, maka tunggulah Allah akan memberikan kabar gembira yang akan menentramkan jiwa..
Jangan pernah behenti berharap, kejar mimpimu!! :)


dia/nya: Muhammad Irvan. lulus tahun 2012 dari SMA Master Depok. Mahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang, Angkatan 2012.


ditulis dengan penuh rasa syukur
diselesaikan di Hotel Santika Semarang